Selain Ngumba Keris Masih Banyak Ritual Yang Dilakukan Pada Malam Satu Suro


Nasehatbunda.com - Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa, bahkan akan dianggap keramat terlebih bila jatuh pada jumat legi. Banyak sebagian masyarakat pada malam satu suro dilarang untuk ke pergi mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lainnya.


Adapun Beberapa Tradisi Yang Dilakukan Pada Satu Suro Antara Lain Sebagai Berikut : 
Tradisi saat malam satu suro banyak bermacam-macam tergantung dari daerah mana memandang hal ini. 
Tapa Bisu atau mengunci mulut adalah tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual berlangsung. Untuk Tapa Bisu sendiri dapat kita lihat pada bagian akhir tulisan ini yaitu sesuatu yang dapat diartikan sebagai upacara untuk mawas diri, berkaca pada diri sendiri atas apa yang dilakukannya selama setahun penuh, menghadapi tahun baru di esok paginya.
Tradisi yang lainnya adalah Kungkum atau berendam di sungai besar, sendang atau sumber mata air tertentu, Yang paling mudah dijumpai di Jawa khususnya di seputaran Yogyakarta adalah Tirakatan (tidak tidur semalam suntuk) dengan tuguran (perenungan diri sambil berdoa) dan Pagelaran Wayang Kulit.
Di antara tradisi tersebut ada juga sebagian besar masyarakat yang menggunakan malam satu suro sebagai saat yang tepat untuk melakukan ruwatan.
Selain dua ritual tersebut, sebenarnya masih banyak ritual lain yang digelar di kalangan masyarakat Jawa. Dan berikut ini adalah beberapa ritual yang digelar tepat malam satu Suro antara lain.
Ngumbah Keris Malam Satu Suro
Salah satu ritual paling popular dalam malam Satu Suro adalah ngumbah keris (membersihkan keris). Ritual ini adalah tradisi membersihkan atau mencuci keris pusaka bagi orang yang memilikinya. Dalam tradisi masyarakat Jawa, ngumbah atau membersihkan keris menjadi sesuatu kegiatan spiritual yang cukup sakral.
Kenapa tiap saban Satu Suro kebanyakan orang Jawa atau para kolektor pusaka selalu ngumbah gaman atau keris miliknya? Karena seperti yang sudah dijelaskan, bahwa 1 Muharram adalah malam penuh keramat atau malam penuh dengan kekuatan magis.
Karena pusaka-pusaka itu juga dikeramatkan, makanya perlu dirituali di malam satu Suro, agar kekuatan gaibnya bertambah.
Kirab kerbau bule di Keraton Surakarta
Ada satu tradisi dalam masyarakat Jawa, khususnya di daerah kraton Solo-Sukarta yaitu Kirab Kebo Bule yang merupakan ritual Keraton Kasunanan Surakarta. Kirab Kebo Bule ini juga dilakukan pada saban malam satu Suro, di mana sekawanan kerbau atau kebo yang dipercaya keramat, yaitu Kebo Bule Kiai Slamet. Konon kerbau ini bukan sembarangan kerbau.
Didalam buku Babad Solo karya (RM) Raden Mas Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II. Oleh karena itu, kebo bule ini dianggap sebagai pusaka keraton. Adapun kirab itu sendiri berlangsung pada saat tengah malam, tergantung ‘kemauan’ dari kebo Kyai Slamet.
Uniknya, dalam Kirab Kebo Bule ini, orang-orang sekitar Keraton akan berjalan mengikutinya. Mereka saling berebut dan saling berusaha menyentuh tubuh kebo bule. Tidak hanya menyentuh, bahkan orang-orang tersebut terus berjalan di belakang kerbau, menunggu sekawanan kebo bule buang kotoran. Bila kotoran jatuh, mereka akan saling berebut mendapatkannya.
Orang-orang itu percaya bahwa kotoran tersebut sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah Kiai Slamet.
Mubeng Beteng di Keraton Yogyakarta
Sedangkan untuk ritual di Yogyakarta berbeda lagi. Di istana Sultan Hamengkubuwono, pada setiap malam satu Suro digelar acara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng keraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperbolehkan berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Ini juga dikenal dengan istilah tapa bisu mubeng beteng.
Tirakatan Malam Satu Suro
Ritual lain dikenal dengan Tirakatan. Tirakat dari sendiri berasal dari kata ‘Thoriqot’ atau Jalan, yang diartikan sebagai usaha mencari jalan agar dekat dengan Allah. Tirakatan ini dilakukan setiap malam satu Suro oleh kelompok-kelompok penganut aliran kepercayaan Kejawen yang masih banyak dijumpai di pedesaan. Mereka menyambut datangnya tahun baru Jawa dengan selamatan atau tirakatan.
Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa percaya untuk terus bersikap eling atau ingat dan waspada. Eling artinya manusia harus selalu ingat siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
Tapa Bisu Tahun Baru Islam Satu Suro
Ritual lain adalah Tapa Bisu atau mengunci mulut. Sesuai namanya, Ritual ini dilakukan dengan cara diam, tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual berlangsung. Ritual ini juga bisa diartikan sebagai upacara untuk mawas diri atau berkaca pada diri sendiri atas apa yang dilakukan selama setahun penuh.
Ada hal yang menarik dari ritual malam Satu Suro yaitu soal pernikahan. Kalau ada warga yang mengadakan perayaan khusus, misalnya pernikahan, di bulan Suro. Maka perayaan itu akan berdampak pada sepinya ritual pencucian pusaka yang diselenggarakan oleh keraton. Dianggap mengurangi kewibawaan keraton, maka mulailah beredar mitos-mitos seram tentang bulan Suro.
Tradisi ini juga menjadi salah satu bentuk aksi untuk memupuk kesetiaan warga pada keraton. Hingga kini, kepercayaan itu masih dipegang sangat kuat oleh masyarakat Jawa.
Di balik semua cerita yang terdengar, tak ada salahnya juga kalau ingin melestarikan tradisi.  Setiap orang punya perspektif sendiri untuk menilai malam Satu Suro.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "Selain Ngumba Keris Masih Banyak Ritual Yang Dilakukan Pada Malam Satu Suro"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel